18 August 2015

Review: Pengajuan KPR di BCA

Untuk memperjelas aja, di sini saya betul-betul mau sharing proses pengajuan KPR yang baru kami lewati sekalian mengungkapkan uneg-uneg, bukan bermaksud pamer properti dan aset yaak! Lha ini aja beli pake KPR kok, kalo mau gaya mah cash dong? Hahaha... Dan dalam kasus ini, sebetulnya cuma nama saya aja 'dicatut' buat keperluan KPR rumah keluarga yang nantinya akan ditempati papa mama dan adek. Pengajuan KPR pakai nama saya supaya kemungkinan disetujuinya lebih tinggi (double income saya dan suami nominalnya lebih besar dari income adik saya).

BCA nggak menerima joint income selain suami istri; jadi rencana awal kami di mana KPR dan sertifikat atas nama adik dengan saya sebagai penjamin tuh nggak diizinkan. Nah kalau KPR atas nama suami, sertifikat atas nama istri (atau sebaliknya) itu boleh.

Properti berada di suatu perumahan di Tangsel, kondisi bekas tahun 2011, status sertifikat HGB. Jual beli disepakati dan uang tanda jadi sebesar Rp 20 juta ditransfer tanggal 21 Juni 2015. Saat itu BCA memberikan bunga KPR yang oke. Ada fix selama 1 dan 2 tahun (9,25% per annum bebas penalti), 3 tahun (9,5% p.a, penalti 1%), dan 5 tahun (10% p.a, penalti 2%). Juga ada Fix 3 tahun 8,88% p.a dan Cap 2 tahun 9,99% p.a dengan penalti 2%.

- Fixed maksudnya bunga akan tetap selama waktu tersebut. 
Misalnya fixed 2 tahun, maka angsuran akan tetap dari cicilan pertama sampai ke-24. Tapi umumnya orang ambil KPR buat 5-20 tahun, yang mana bunga di tahun ketiga dan seterusnya bersifat floating setiap 6 bulan.
- Floating maksudnya bunga akan direview ulang oleh bank, biasanya setiap 6 bulan. 
Nah bunga floating inilah yang biasanya bikin empet, karena biasanya melejit lebih tinggi dari bunga fix di awal-awal masa KPR hehehe... Sekarang aja setahuku bisa nyampe 12-14%. Sakit juga tuh di rekening.
- Cap adalah suku bunga tertinggi ketika floating diberlakukan. Jadi di tahun ke-4 dan seterusnya di BCA, suku bunga akan direview setiap 6 bulan tapi nggak akan lebih dari 9,99% per tahun. Cap BCA ini berlaku selama 2 tahun, sisanya (kalau KPR lebih dari 5 tahun) ya floating biasa.
- Penalti dikenakan ketika kita melunasi (sebagian atau seluruhnya) pokok fasilitas KPR kita, dihitung dari nilai pelunasan pokok hutang.

Kami mengajukan yang fix and cap karena dihitung-hitung masih lebih murah daripada yang fixed 5 tahun.

Berikut susunan timeline pengajuan KPR kami.

1. Menyiapkan Dokumen Pengajuan KPR
Kalau sudah ada plan membeli rumah, ada baiknya dokumen-dokumen pribadi disiapkan sedari dini. Pengecualian mungkin untuk surat dari employer; sebaiknya diminta belakangan saja ketika KPR sudah diajukan. Bank suka emoh sama surat yang ketuaan (di atas 2 bulan).

Fotokopi dari:
- KTP suami istri (jika sudah menikah).
- NPWP pribadi sesuai nama pemohon KPR.
- Kartu Keluarga, Akta Nikah.
- Rekening omzet / copy buku tabungan 3 bulan terakhir. 
Kalau pengajuannya di bank yang sama dengan rekening, cukup pakai print out e-banking. Untungnya saya rajin save tiap bulan karena di KlikBCA hanya available 2 bulan terakhir saja. Kalau request ke customer service, butuh waktu 3 hari karena harus dimintakan dulu ke cabang pembukaan akun saya di Bandung dan kena biaya.
- SIUP, TDP, Surat Keterangan Domisili (untuk usaha perorangan atau PT atau CV).
- Akta Pendirian, Akta Perubahan Anggaran Dasar, Pengesahan Menkeh, NPWP badan usaha, KTP seluruh pengurus dan pemegang saham (untuk badan usaha PT atau CV).
- Sertifikat agunan, IMB, PBB terakhir dari properti yang diajukan.

Asli dari:
Surat keterangan kerja dan penghasilan ATAU slip gaji 1-2 bulan terakhir (untuk karyawan).
Kalau kerja belum sampai 2 tahun, harus sertakan surat keterangan kerja dari employer terdahulu. Nah saya nggak punya surat keterangan dari tempat terdahulu dan udah males mintanya, jadi saya kasih aja copy SPT PPh saya selama 3 tahun terakhir. Kan ada cap perusahaan sama tanda tangan bos juga. Untungnya dibolehkan.

Sebagian besar dokumen berhasil kami kumpulkan tanggal 24 Juni dan saya titipkan ke agen propertinya buat diantarkan ke bank (sekalian karena file legal rumah macam IMB dkk kan ada di doi). Sisanya yaitu surat keterangan gaji akan disusulkan.

2. BI Checking
Selama menunggu kelengkapan dokumen terkumpul, saya kasih dulu copy KTP dan NPWP untuk BI checking (BCA mengecek status kredit saya selama ini menurut catatan BI) saat tanda tangan surat kesepakatan jual beli. Biasanya sekitar 3-4 hari, dan hasilnya keluar tanggal 24 Juni.
Ehh ternyata ada status kolek 2 di salah satu credit card HSBCku yang nggak terpakai, jadi persyaratannya nambah: surat bukti penyelesaian dari HSBC.
Buru-buru kutelpon HSBC dan mereka membenarkan ada tagihan annual fee ke-pending, tapi karena cardnya memang nggak pernah kuaktifkan, mereka bisa cepat batalkan card itu. Sayangnya mereka nggak bisa ngasih e-mail ataupun surat (keterangan tertulis) mengenai penyelesaiannya, jadi cuma ku-screen capture aja m-banking HSBCku yang menunjukkan aku udah nggak ada kewajiban apa-apa ke HSBC. Untung dibolehkan, toh kan BCA tinggal cek ulang aja ke BI ya.

3. House Appraisal (paralel dengan mengumpulkan kelengkapan dokumen, tapi menunggu hasil BI Checking positif)
Tanggal 30 Juni, saya ditagih biaya appraisal untuk dibayarkan ke rekening virtual BCA. Biaya yang berlaku saat ini:
- Rp 700 ribu untuk plafon pinjaman di bawah Rp 1 M.
- Rp 900 ribu untuk plafon pinjaman Rp 1 s.d. 5 M.
- Rp 1,2 juta untuk plafon pinjaman di atas Rp 5 M.
Plafon pinjaman yang dimaksud di sini adalah POKOK HUTANG + BUNGA yak.
Lucunya, walau saya transfer dari rekening atas nama saya (alias si pengaju KPR), orang BCAnya tetap minta e-mail bukti transfernya dong. Yasud lah, aku juga pernah kerja di corporate kok, ngerti birokrasinya nan rudet. Kami dijanjikan appraisal akan dilakukan tanggal 4 Juli dan akan di-arrange oleh pihak appraiser (Appraisor? Ser, sor, bebas lah) dengan agen properti yang memegang kunci rumah tersebut.

4. Pihak KPR BCA menghubungi untuk melakukan verifikasi
Tanggal 2 Juli, mereka menghubungi untuk mengkonfirmasi jangka waktu pinjaman dan jenis suku bunga pinjaman yang ingin saya ajukan. Mereka juga bilang bahwa pencairan dana maksimal adalah 80% dari hasil penilaian appraisor.
Ehh mereka minta lagi dong slip gaji suamiku yang Juni. Ya kutolak lah, ini baru awal Juli gitu loh, gaji Juni aja baru keluar dan minta slip tuh suka lama. Toh yang Mei sudah tersedia. Trus mereka minta surat keterangan kerjaku ditambahkan nominal gaji karena slip gaji dari kantorku unavailable. Suratnya baru bisa kufulfill tanggal 7 Juli, nunggu si boss.

Tanggal 6 Juli barulah aku kontekan pertama kali sama marketing BCA. Tadinya via si agen terus, tapi kuminta kontak langsung aja biar cepat. Yah gaya-gayanya sih masih semi-formal ya, jadi kesannya ga terlalu profesional, tapi emang ekspektasiku ke orang dari financial industry tuh tinggi karena pernah kerja di corporate Nippon nan sangat formal. Lagian liat profpicnya mah kayanya doi masih bocah (halaahh, sok tua hahaha). Si neng BCA ini ngirimin simulasi KPRnya.

Tanggal 9 Juli, orang bagian analisa kredit BCA nelpon aku ke kantor juga nelpon HRD memastikan tanggal masuk kerja dan salary, dan nanya kenapa di rekeningku salary masuk bukan dari rekening perusahaan tapi dari rekening pribadi. Hahahaa... ya namanya juga perusahaan keluarga, Pak... Nah bagian ini jangan lupa kongkalikong sama orang HRD yak hihihi.

Tanggal 10 Juli, si Eneng Marketing BCA ngirim WA lagi nagih appraisal fee. Bingung dong eike, kan udah hampir 2 minggu? Taunya salah nagih. Yaelah jangan lipenan mulu makanya, neng. Keracunan merkuri kali tuh. *mulai jahat*

Nah ketika kami mengira semuanya udah kelar, tinggal nunggu approval, ehhh suamiku ditelpon orang appraisor BCA tanggal 13 Juli, katanya mau melakukan appraisal dan minta kunci sama kami! Yaelahyaelalooohhh! Ke mane aje looo? Lagian logisnya, mana lazim pembeli udah megang kunci selagi mengajukan KPR seh? Trus mana si neng marketing pas kukontak malah bilangnya nggak punya nomor penjual. Lha, kan situ udah kontak-kontakan sama agen propertinya dari kapan hari! Pas kubilang, "Gimana ya ini koordinasinya, kok kaya mau tahu beres aja" malah doi jawabnya ngeyel, "Saya juga koordinasi sama Bu Agen kok, bukan mau tau beres aja. Kan saya urusin. Ya udah Pak. Eh Bu." Kujawab, "Iya memang harusnya koordinasi antara BCA, appraiser, dan penjual jadi efisien. Jangan hubungi pembeli karena pembeli nggak mungkin megang kuncinya. Pengalaman saya di KPR sebelumnya juga pembeli tahu beres untuk urusan appraisal." Doi masih berani ngeyel lho! "Di form KPRnya ga ditulis nomor broker, Bu. Tadi suami ibu yang dihubungi mungkin karena udah hubungi ibu tapi nggak diangkat. Biasanya kalau ada nomor broker, langsung hub pembelinya. Biasanya pembeli akan infoin no hp orang yang bisa dihubungi untuk appraisal." Ga profesional abiiiisss! Ga customer-oriented banget! Wong ga ada telpon masuk ke hapeku. Lagian form KPR ya harus dicek dulu lah sama marketing, mana yang nggak lengkap, lengkapin sendiri, kan doi punya nomor agennya. Emang sih terakhirnya doi minta maaf dan bilang tidak akan kami ulangi lain kali. Keburu kesel tuh aku, aku cuekin aja trus langsung kukontak agen propertinya aja, biar dia yang urus. Nah selanjutnya keburu libur Lebaran deh tanggal 16-21 Juli.

5. Pengumuman Hasil Pengajuan KPR
Tanggal 23 Juli (dua hari setelah kelar libur Lebaran), saya menerima SMS dan e-mail hasil pengajuan KPR saya di BCA. Boleh dibilang pas 1 bulan sejak pengajuan yaa... Puji Tuhan, approved sesuai kondisi yang kami ajukan. Nilai appraisalnya memang lebih rendah sekitar 8% dari nilai jual-beli sesungguhnya (tapi emang biasanya gitu sih setahuku).
Di Surat Persetujuan Kredit yang saya dapat di e-mail, terinci biaya apa saja yang harus kami siapkan untuk dibayarkan ke BCA (provisi 1% dari pokok hutang, administrasi, premi asuransi jiwa, dan premi asuransi kebakaran rumah yang di-KPR-kan). Lumayan pedih di premi asuransi jiwa, nyampe 20 jeti bo! Tapi mungkin karena jangka waktu pinjamannya 15 tahun. In sya Allah kalau kami lunasi dipercepat, preminya pun balik. Biaya-biaya tersebut akan didebet langsung dari rekening BCA saya saat akad dilangsungkan. Awalnya orang BCA bilang premi ini sifatnya masih estimasi, tapi ternyata in the end ga berubah tuh. Padahal udah ngarep dapet diskon; aku kan masih muda belia dan sehat walafiat! Hahaha...

Di SPK tersebut juga disebutkan kelengkapan dokumen yang diminta BCA untuk disediakan saat akad:
- Asli slip gaji Juni suamiku (keukeuh ya booo!)
- Asli surat pernyataan LTV (bahwa kewajiban KPR kami ke bank lain adalah nihil). Copynya pakai scan-scanan harus dikirim duluan via e-mail ke BCA sebelum akad.
- Asli surat keterangan lunas KPR rumah kami dari bank pemberi KPR (karena bukan BCA) untuk diperlihatkan.
- Peningkatan status HGB menjadi SHM (akan diurus si notaris, kami tinggal bayar feenya).

Dari BCA juga ada bagian follow up yang langsung menghubungiku hari itu. Selanjutnya aku kontekannya sama dia buat follow up persyaratan dan jadwal akad.


6. Pemenuhan Syarat Persetujuan KPR
Beberapa hal yang harus kami penuhi saat itu adalah:
- Survey by phone dari agen asuransi jiwa. Biasalah, nanya-nanya riwayat kesehatan dan habit merokok atau obat-obatan, kondisi hamil atau tidak, dll. Saya nyoba nego premi tapi doi langsung ngeles hahaha...
- Menghubungi notaris yang ditunjuk oleh BCA, menanyakan fee legal dan kelengkapan legal yang harus kami penuhi. In the end saya serahkan sama agen propertinya aja, sekalian dia kan harus menyerahkan berkas legal rumah tersebut untuk dicek ke BPN sebelum akad dapat dilakukan (supaya tahu apakah sertifikat tersebut dalam sengketa atau tidak). Biasanya pengecekan sertifikat ke BPN itu butuh 3-4 hari. Juga ada surat yang harus ditandatangani penjual non-developer. Akhirnya si agen dan sekretaris notaris menghubungi saya dan ngasih rincian biaya legal yang harus saya bayar.
- Transfer biaya legal dan pajak pembeli ke notaris maksimal H min 3 (dari hari akad), sekalian nalangin pajak penjual sesuai permintaan doi (buat dipotong dari DP). Buktinya tentu harus dikirim via email atau fax ke kantor si notaris.
- Arrange tanggal akad. Nah ini yang ribet, secara suamiku harus hadir dan doi lagi banyak keluar kota dan si penjual susah dihubungi (harus melalui agennya yang mana susah dihubungi juga)! Mabok deh, dari tanggal 7 Agustus disepakati akad tanggal 12 Agustus, tapi statusnya tentatif sampai H min 1 hahaha.

7. Penandatanganan akad kredit dan akta jual beli
Tiba juga tanggal 12 Agustus, hari penandatanganan akad. Waktunya jam 11 siang di KCU Serpong, untung masih lumayan dekat rumah. Saya dan suami memutuskan ngantor siang aja sepulang akad. Si baby kami bawa karena saya pastinya rempong kalo harus mompa di sana (maklumlah stok ASIP di freezer tipis, jadi diirit-irit). Nyampe jam 10.30, kami diminta nunggu dulu karena ruangan rapatnya semua penuh. Terlihat notaris dan gengnya sibuk bolak-balik beberapa ruangan (Kesimpulan: properti masih laku ya cuy walau ekonomi lagi gojlak). Pihak notaris minta maaf, katanya penandatangan akad paling pagi ngaret sejam jadi berantakan semua jadwal hari itu. Ihhh tau gitu kami aja yang paling pagi yaa hahaa... Akhirnya kami diminta isi beberapa form awal di meja depan ruang rapat sambil wakil notaris menjelaskan prosedur selanjutnya. Sesudah akad, BCA akan mendebet biaya asuransi dan provisi dari rekeningku, "jadi mohon disiapkan ya Buu...". Pencairan dana ke rekening penjual hanya akan dilakukan setelah pendebetan rekeningku berhasil. Kelengkapan dokumen persyaratan persetujuan kredit juga dikumpulkan dan dicek.

Jam 11-an, agen properti datang, disusul pasangan suami-istri penjual rumah. Kami penjual-pembeli dipersilakan masuk ke ruang rapat (dan penghuni alias penanda tangan akad sebelumnya buru-buru diusir hahaha). Neng marketing BCA sama eneng rekannya juga datang tapi tentunya nunggu di luar bareng agen properti (3 orang). Yaiyalah masa tanda tangan sekompi cyin, kaya akad nikah aja haha...

Selanjutnya sih standar, notaris bacain isi akta kredit, kami bergantian disuruh tanda tangan. Yang nggak standar adalah gantian megangin bocah maceuh yang nggak mau duduk diem. Sibuuukk banget si Euis, ya narik bolpen lah, manjat meja lah, numpahin minum lah hahaha... Padahal tadi di mobil cuma bobo bentar. Untung notarisnya sabar. Oya, notaris juga memastikan berapa jumlah aset properti kami karena ada batas maksimum 5 buat setiap pasang suami-istri yang tidak pisah harta. Katanya kami masih bisa tuh nambah lagi. Yakali? Amin aja dehhh hahaha... Tanda tangan berlangsung cepat, sebelum jam 12an udah kelar.

Nah setelah penandatanganan dan cap jari kelar, kami digiring (alias diusir) keluar. Notarisnya ngasih folder buat nyimpan file-file rumah; cakep deh foldernya udah pakai kantong-kantong plastik dan dinamain buat naruh sertifikat, IMB, PBB, dll. Rapiii... aku sukaa (maklum OCD). Di luar, duo Eneng Marketing nyamperin aku. "Ibu, nanti biasanya ada yang telepon Ibu dari survey BCA, nanya kepuasan gitu. Tolong bilang sangat puas ya Bu, jangan bilang cukup puas doang, soalnya penilaian kami dari situ. Tolong ya, Bu, jangan lupa ya. Nanti kalau Ibu ada keluhan, langsung ke kami aja." Trus mereka ngasih souvenir (bantal kepala). Ih norak ya bo. Bukan souvenirnya tapi cara requestnya. Kayanya mendingan nanya dulu dong keluhanku apa selama kontak dengan mereka, trus minta maaf, baru jelasin bahwa bakal ada survey dan penilaian mereka sangat tergantung dari situ.  Ya aku juga ngerti bahwa beberapa orang emang sadis ngasih nilai (lihat aja Tokopedia, nilai 3 dari 5 bintang tapi komennya 'puaaasss, barangnya baguuuss', dafuuq?) tapi kan bisa dibikin elegan gitu requestnya? Cuman sudahlah, aku capek ngajarinnya, anak gue bukan, adek gue bukan, iyain aja biar cepet.

Selagi kami nunggu agen ngitung-ngitung pembagian pentransferan sisa DP (yang baru kubayar 20 juta + kutalangin pajak penjual XX juta), orang-orang pada mengagumi si eneng (Halaaahh! Ya abis dia lagi baek aja, mau digendong tante agen karena tertarik kalung bling-blingnya). Maklum agennya ada 2 perusahaan jadi ngitungnya rada lama. Untungnya si penjual adalah member BCA Prioritas jadi kami ga usah antri di teller bawah nan udah rame banget jam segitu. Enak ya antri di Prioritas, dikasih air dan kopi (tapi nggak kuambil karena lagi megang cah wedhok nan lincah), nyaman buat rumpi-rumpi sama si penjual. Keluar deh kampungannya hahaha... Kelar transaksi, kami bubar. Bocah udah ngamuk minta nyusu.

Sehari sesudahnya si Neng Marketing masih WA lho dengan request yang sama. Cape deehh... Padahal sampai sekarang (seminggu setelahnya) pun belom ada yang survey tuh!

BTW, berikut adalah strategi kami ketika mengajukan KPR:
1. Pilih yang paling lama suku bunga fixednya. Biasanya bunga fix paling lama yang ditawarkan bank tuh 5 tahun. Awal-awal pembayaran KPR tuh bunganya sangat besar karena dihitung dari pokok hutang, makanya sebisa mungkin pilih suku bunga terkecil dan fix dalam jangka waktu terlama. Jangan lupa set budget buat masa ketika bunga floating berlaku, karena biasanya kenaikan suku bunganya signifikan.
2. Tanyakan detail tentang peraturan mengenai pelunasan dipercepat (baik sebagian maupun seluruhnya). Misalnya, di CIMB dulu ternyata hanya boleh 2 kali pelunasan sebagian per tahun dan harus berjarak 6 bulan.
3. Persiapkan dokumen sedari dini. Cek ke HRD perusahaan, biasanya slip atau surat keterangan kerja tuh berapa lama dibuatnya sejak diminta (kalau tidak rutin dibagikan setiap bulan). Tanya siapa contact person yang akan menjawab interview verifikasi oleh analis kredit bank.
4. Bank biasanya mensyaratkan cicilan per bulan maksimal 30% dari income. Kalau suami istri bekerja dan nggak pakai perjanjian pisah harta, itungan double incomenya bisa mempermudah pengajuan. Kalau pisah harta sih aku gak tau detail, kayanya cuma dilihat dari income si pengaju aja dan sertifikat harus atas nama pengaju ya?
5. Sebaiknya aktif bertukar nomor kontak pihak-pihak yang terlibat (penjual, pembeli, agen properti, marketing bank, dll) untuk mempermudah koordinasi. Agen properti aja kadang ada dari pihak penjual dan pembeli hehehe...

Trus dana apa aja yang harus disiapkan untuk KPR (dalam kasus ini, diajukan ke BCA Serpong)?
1. DP: setahuku minimal 20% dari nilai jual beli. Pokoknya bank maunya mencairkan maksimal 80% dari nilai appraisal, jadi kalau bisa kasih spare lah sekitar 10% dari nilai jual belinya.
2. Biaya appraisal: Rp 700 ribu s.d. Rp 1,2 juta. Tergantung plafon kredit.
3. Premi asuransi jiwa. Nah ini aku kurang tahu gimana ngitungnya, pokoknya tergantung umur pengaju kredit dan plafon kreditnya.
4. Premi asuransi kebakaran. Sekitar 1-2% dari nilai rumah.
5. Provisi: 1% dari pokok hutang.
6. Administrasi: Rp 400-600 ribu.
7. BPHTB (Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan) alias pajak pembeli: 5% x (NJOP - Rp 60 juta). NJOP bisa ditanyakan ke agen penjual.
6. Biaya Notaris: Pengecekan Sertifikat dan Zona Nilai Tanah (sekitar Rp 750 ribu), Legalisir Pajak Jual Beli (sekitar Rp 500-600 ribu), Perjanjian Kredit (sekitar Rp 500 ribu s.d. Rp 1 juta), AJB dan balik nama (sekitar Rp 3 s.d. 3,5 juta), APHT & SKMHT (sekitar Rp 1,5 s.d. 3,5 juta). Jika perlu peningkatan HGB jadi SHM: sekitar Rp 2 s.d. 2,5 juta.
7. Penerimaan Negara Bukan Pajak: tergantung peruntukannya. Kami dikenai PNBP pengecekan sertifikat (sekitar Rp 100 ribu), PNBP balik nama (sekitar Rp 500 ribu s.d. 2 juta), dan PNBP Hak Tanggungan.
Saat ini tarif PNBP untuk HT yang berlaku adalah sbb:
a. untuk nilai s.d Rp 250 juta: Rp 50 ribu.
b. untuk range Rp 250 juta s.d Rp 1 M: Rp 200 ribu.
c. untuk di atas Rp 1 M sampai Rp 10 M: Rp 2,5 juta.
Untuk detailnya mungkin berbeda tergantung bank, notaris, lokasi properti, dan nilai transaksi ya...

No comments:

Post a Comment